BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 GIZI BURUK
2.1.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ –
organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi
pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung
lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan
jaringan. Pada
saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk
disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari –
hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan
rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat
penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh
akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan
makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup
tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi.
Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang
penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam
Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium
Ada beberapa
penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih (obesitas),
gizi buruk (malnutrisi), metabolic bawaan, keracunan makanan, dan lain-lain.
Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat
ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh
dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu
gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan
antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan antara makanan dan
kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit –
penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak
cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan
gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit skorbut/sariawan
Kesehatan yang
baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan
tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup
konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi
harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan
yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik
kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di
Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering
dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi
gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi
imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul
dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi
2.1.2 Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah
bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi
balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan
menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang
telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak
disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila
jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan
tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor
1. Marasmus à Marasmus
Adalah gangguan gizi karena
kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua
(berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di
bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang
menurun.
Tanda – tanda
·
Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
·
Wajah seperti orangtua
·
Cengeng, rewel
·
Perut cekung
·
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
·
Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta
penyakit kronik.
·
Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
2. Kwasiokor
Kwashiorkor adalah gangguan
gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung lapar. Gejala
yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut
rontok dan patah, gangguan kulit. Terdapat juga gangguan perubahan mental yang
sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada
stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Tanda – tanda Kwasiokor
·
Edema umumnya di
seluruh tubuh terutama pada kaki ( dorsum pedis )
·
Wajah membulat dan sembab
·
Otot-otot mengecil,
lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring
terus menerus.
·
Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis.’
·
Anak sering menolak segala jenis makanan ( anoreksia ).
·
Pembesaran hati
·
Sering disertai infeksi, anemia dan diare / mencret.
·
Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
·
Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam
terkelupas ( crazy pavement dermatosis )
·
Pandangan mata anak nampak sayu.
3. Marasmus & Kwasiokor
Penyakit ini
merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang
menyertai.
Tanda – tanda
·
Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala
khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit dan sebagainya
·
Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
·
Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic
seperti gangguan pada ginjal dan pankreas
·
Mineral lain dalam
tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor
inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
·
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari
gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.
2.1.3 Penyebab Gizi Buruk
1.
Malnutrisi primer
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau
daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena
masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat
bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur
penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus
tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan
yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun,
ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat,
perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak
adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit
dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di
otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
2.
Malnutrisi sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian
kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi
pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang
mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem
saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan
lain-lain. Kasus gizi buruk di kota
besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini
gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan
di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak
bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita
malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan
rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi
overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu
mengalami infeksi) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena
tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi
sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa
disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin,
metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang
merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang
cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya
gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan
karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,
2.1.4 Fakta Tentang Gizi Buruk
1.
Kondisi gizi buruk
termasuk busung lapar dapat dicegah.
2.
Gizi buruk adalah
masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan, (masalah struktural) tapi
juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak
menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan
keluarga).
·
Di Pidie Aceh, Dinas
Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45.000 balita mengalami gizi
buruk akibat konflik dan tsunami. Di Gianyar, 80% balita yang mengalami gizi
buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin).
·
Diperkirakan bahwa Indonesia
kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dampak lain dari gizi
kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara 20-30%.
·
Anak yang kekurangan
gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan
dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan,
karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2
tahun
·
Risiko meninggal dari
anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO
memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan
gizi anak yang jelek.
·
6.7 juta balita atau
27.3% dari seluruh balita di Indonesia
menderita kurang gizi akibat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang
salah. 1.5 juta diantaranya menderita gizi buruk.
·
Kurang Energi Protein
(KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2 tahun, meskipun
dapat juga dijumpai pada anak lebih besar
·
Beberapa penelitian
menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, yaitu sekitar 55%.
Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis,
Madang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Tabel 1
Kekurangan vitamin, mineral dan
elektrolit pada penderita KEP
No
|
NAMA PENYAKIT
|
KEKURANGAN/
DEFISIENSI
|
GEJALA DAN TANDA KLINIS
|
1
|
Buta senja (xeroftalmia)
|
Vitamin A
|
Mata kabur atau buta
|
2
|
Beri-beri
|
Vitamin B1
|
Badan bengkak, tampak rewel, gelisah, pembesaran jantung
Kanan
|
3
|
Ariboflavinosis
|
Vitamin B2
|
Retak pada sudut mulut, lidah merah jambu dan licin
|
4
|
Defisiensi B6
|
Vitamin B6
|
Cengeng, mudah kaget,
kejang, anemia (kurang darah), luka di
Mulut
|
5
|
Defisiensi Niasin
|
Niasin
|
Gejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit, diare,
deementia), Nafsu
makan menurun, sakit di ldah dan mulut, insominia, diare,
rasa
bingung.
|
6
|
Defisiensi Asam folat
|
Asam folat
|
Anemia, diare
|
7
|
Defisiensi B12
|
Vitamin B12
|
Anemia, sel darah membesar,
lidah halus dan mengkilap, rasa
mual, muntah, diare, konstipasi
|
8
|
Defisiensi C
|
Vitamin C
|
Cengeng, mudah marah, nyeri tungkai bawah,
pseudoparalisis
(lemah) tungkai bawah, perdarahan kulit
|
9
|
Rakitis dan Osteomalasia
|
Vitamin D
|
Pembekakan persendian tulang, deformitas tulang,
pertumbuhan
gigi melambat, hipotoni, anemia
|
10
|
Defisiensi K
|
Vitamin K
|
Perdarahan, berak darah, perdarahan hidung dsb
|
11
|
Anemia Defisiensi Besi
|
Zat besi
|
pucat, lemah, rewel
|
12
|
Defisiensi Seng
|
Seng
|
Mudah terserang penyakit, pertumbuhan lambat, nafsu makan
berkurang, dermatitis
|
13
|
Defisiensi tembaga
|
tembaga
|
Pertumbuhan otak terganggu, rambut jarana dan mudah
patah,
kerusakan pembuluh darah
nadi, kelainan tulang
|
14
|
Hipokalemi
|
kalium
|
Lemah otot, gangguan jantung
|
15
|
Defisiensi klor
|
klor
|
Rasa lemah, cengeng
|
16
|
Defisiensi Fluor
|
Fluor
|
Resiko karies dentis
(kerusakan gigi)
|
17
|
Defisiensi krom
|
krom
|
Pertumbuhan kurang,
sindroma like diabetes melitus
|
18
|
Hipomagnesemia
|
magnesium
|
Defisiensi hormon paratiroid
|
19
|
Defisiensi Fosfor
|
Fosfor
|
Nafsu makan menurun, lemas
|
20
|
Defisiensi Iodium
|
Iodium
|
Pembesaran kelenjar gondok, gangguan
fungsI mental,
perkembangan fisik
|
2.1.5 Masalah Gizi Buruk
Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar
akhir-akhir ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun
1989 telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai
tahun 1999
penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan
cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi
kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi
Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Kurang energi dan protein pada tingkat parah
atau lebih populer disebut busung lapar, dapat menimbulkan permasalahan
kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak.
Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak
balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya
menderita gizi buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun
2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664
ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya
kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta
beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan
terjadi di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit
sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai
Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya
meninggal dunia.
Munculnya kejadian
gizi buruk ini merupakan “fenomena gunung es” yang menunjukkan bahwa masalah
gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang
sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan
pelaporan sejak Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun,
diperkirakan terdapat 2.200 balita marasmus
kwashiorkor. Masalah busung lapar
terutama dialami oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin.
Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk
tersebut adalah rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya
serangan penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor ini disebabkan
oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu:
1. Ketersediaan pangan yang
rendah pada tingkat keluarga
2. Pola asuh ibu dalam perawatan
anak yang kurang memadai
3. Ketersediaan air bersih,
sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab
tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam
masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya
pangan.
2.2
OBESITAS
2.2.1 Pengertian Obesitas
Obesitas
didefinisikan sebagai suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan jaringan
lemak tubuh secara berlebihan, dampak gizi lebih tidak sekedar mengganggu
estetika penampilan. Tetapi menjadi predisposisi atau pemicu faktor risiko
berbagai penyakit tidak menular baik degeneratif maupun kardiovaskuler
2.2.2 Konsekuensi dan Risiko Kesehatan
Obesitas adalah perhatian karena implikasinya bagi kesehatan individu karena meningkatkan risiko banyak penyakit dan kondisi kesehatan termasuk:
·
Penyakit jantung
koroner
·
Diabetes tipe 2
·
Kanker (endometrium,
payudara, dan usus besar)
·
Hipertensi (tekanan
darah tinggi)
·
Dislipidemia
(misalnya, total kolesterol tinggi atau kadar trigliserida yang tinggi)
·
Pukulan
·
Hati dan penyakit
Kandung empedu
·
Masalah tidur apnea
dan pernapasan
·
Osteoarthritis
(degenerasi tulang rawan dan tulang yang mendasarinya dalam sendi)
·
dan masalah Ginekologi
(menstruasi abnormal, infertilitas).
Kondisi
ini dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi kepada kematian prematur dan
cacat substansial.
Penyakit
kardiovaskular - terutama penyakit jantung dan stroke - sudah nomor satu di
dunia penyebab kematian, menewaskan 17 juta orang setiap tahun dan diabetes
telah dengan cepat menjadi epidemi global - menurut WHO proyeksi kematian
diabetes akan meningkat lebih dari 50% di seluruh dunia dalam 10 tahun
berikutnya.
Kondisi
kesehatan kurang umum yang terkait dengan peningkatan berat badan termasuk
asma, steatosis hepatik dan apnea tidur.
2.2.3 Konsekuensi Ekonomi
Kegemukan
dan obesitas dan masalah terkait kesehatan mereka memiliki dampak ekonomi yang
signifikan terhadap sistem kesehatan dan biaya medis yang terkait dengan
kelebihan berat badan dan obesitas memiliki baik biaya langsung dan tidak
langsung - biaya medis langsung mungkin termasuk layanan pencegahan,
diagnostik, dan pengobatan berhubungan dengan obesitas, sementara tidak
langsung biaya berhubungan dengan hilangnya pendapatan dari produktivitas
menurun, aktivitas terbatas, ketidakhadiran, dan hari tempat tidur dan
pendapatan hilang oleh kematian dini.
2.2.4 Mendefinisikan Obesitas
Kegemukan
dan obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak abnormal atau
berlebihan yang dapat menimbulkan risiko kesehatan ke individu.
Kegemukan
dan obesitas merupakan faktor risiko utama untuk sejumlah penyakit kronis,
termasuk diabetes, penyakit jantung dan kanker dan sementara itu pernah menjadi
masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, kelebihan berat badan dan
obesitas meningkat secara dramatis kini di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. negara-negara seperti sekarang menghadapi "beban ganda"
dari penyakit, untuk sementara mereka terus berhubungan dengan masalah penyakit
menular dan kurang gizi, mereka juga mengalami kenaikan pesat dalam faktor
risiko penyakit kronis seperti obesitas dan kelebihan berat badan, terutama di
perkotaan.
Di
bawah-gizi dan obesitas sering ada sisi-by-side dalam negara yang sama,
komunitas yang sama dan bahkan di dalam rumah tangga yang sama dan ini beban
ganda disebabkan oleh nutrisi yang tidak memadai pra-natal, bayi dan anak yang
diikuti oleh paparan tinggi lemak, padat energi, mikronutrien miskin makanan
dan kurangnya aktivitas fisik.
2.2.5 Mengukur Obesitas
Ukuran
populasi mentah obesitas adalah indeks massa
tubuh (BMI) yang merupakan indeks sederhana dari berat badan-tinggi untuk-yang
umum digunakan dalam mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada
populasi orang dewasa dan individu - berat badan seseorang dalam kilogram
dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). BMI menyediakan
pengukuran tingkat populasi yang paling berguna dari kelebihan berat badan dan
obesitas sebagai itu adalah sama untuk kedua jenis kelamin dan untuk semua usia
dewasa, tetapi itu hanyalah panduan kasar karena mungkin tidak sesuai dengan
derajat yang sama kegemukan pada individu yang berbeda.
WHO mendefinisikan orang dewasa yang memiliki BMI antara 25
dan 29,9 sebagai kelebihan berat badan - orang dewasa yang memiliki BMI 30 atau
lebih tinggi dianggap obesitas - BMI di bawah 18,5 dianggap berat badan, dan
antara 18,5-24,9 berat badan yang sehat.
BMI menyediakan patokan
untuk penilaian individu, namun para ahli menduga bahwa risiko penyakit kronis
pada populasi meningkat secara progresif dari BMI 21 ke atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar