Sabtu, 07 April 2012

GIZI BURUK


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 GIZI BURUK
2.1.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih (obesitas), gizi buruk (malnutrisi), metabolic bawaan, keracunan makanan, dan lain-lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit skorbut/sariawan
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi
2.1.2 Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor
1.      Marasmus à Marasmus
 Adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Tanda – tanda
·         Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
·         Wajah seperti orangtua
·         Cengeng, rewel
·         Perut cekung
·         Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.

·         Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik.
·         Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.

2.      Kwasiokor
Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung lapar. Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Tanda – tanda Kwasiokor
·         Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki ( dorsum pedis )
·         Wajah membulat dan sembab
·         Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus menerus.
·         Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis.’
·         Anak sering menolak segala jenis makanan ( anoreksia ).
·         Pembesaran hati
·         Sering disertai infeksi, anemia dan diare / mencret.
·         Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
·         Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas ( crazy pavement dermatosis )
·         Pandangan mata anak nampak sayu.

3.      Marasmus & Kwasiokor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang menyertai.
Tanda – tanda
·         Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya
·         Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
·         Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas
·         Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
·         Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.

2.1.3 Penyebab Gizi Buruk
1.      Malnutrisi primer
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
2.      Malnutrisi sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,
2.1.4 Fakta Tentang Gizi Buruk
1.      Kondisi gizi buruk termasuk busung lapar dapat dicegah.
2.      Gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan, (masalah struktural) tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga).
·         Di Pidie Aceh, Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45.000 balita mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami. Di Gianyar, 80% balita yang mengalami gizi buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin).
·         Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara 20-30%.
·         Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun
·         Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek.
·         6.7 juta balita atau 27.3% dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi akibat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang salah. 1.5 juta diantaranya menderita gizi buruk.
·         Kurang Energi Protein (KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2 tahun, meskipun dapat juga dijumpai pada anak lebih besar

·         Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, yaitu sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, Madang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.



Tabel 1
Kekurangan vitamin, mineral dan elektrolit pada penderita KEP
No
NAMA PENYAKIT
KEKURANGAN/
DEFISIENSI
GEJALA DAN TANDA KLINIS
1
Buta senja (xeroftalmia)
Vitamin A
Mata kabur atau buta
2
Beri-beri
Vitamin B1
Badan bengkak, tampak rewel, gelisah, pembesaran jantung
Kanan
3
Ariboflavinosis
Vitamin B2
Retak pada sudut mulut, lidah merah jambu dan licin
4
Defisiensi B6
Vitamin B6
Cengeng, mudah kaget, kejang, anemia (kurang darah), luka di
Mulut
5
Defisiensi Niasin
Niasin
Gejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit, diare, deementia), Nafsu
makan menurun, sakit di ldah dan mulut, insominia, diare, rasa
bingung.
6
Defisiensi Asam folat
Asam folat
Anemia, diare
7
Defisiensi B12
Vitamin B12
Anemia, sel darah membesar, lidah halus dan mengkilap, rasa
mual, muntah, diare, konstipasi
8
Defisiensi C
Vitamin C
Cengeng, mudah marah, nyeri tungkai bawah, pseudoparalisis
(lemah) tungkai bawah, perdarahan kulit
9
Rakitis dan Osteomalasia
Vitamin D
Pembekakan persendian tulang, deformitas tulang, pertumbuhan
gigi melambat, hipotoni, anemia
10
Defisiensi K
Vitamin K
Perdarahan, berak darah, perdarahan hidung dsb
11
Anemia Defisiensi Besi
Zat besi
pucat, lemah, rewel
12
Defisiensi Seng
Seng
Mudah terserang penyakit, pertumbuhan lambat, nafsu makan
berkurang, dermatitis
13
Defisiensi tembaga
tembaga
Pertumbuhan otak terganggu, rambut jarana dan mudah patah,
kerusakan pembuluh darah nadi, kelainan tulang
14
Hipokalemi
kalium
Lemah otot, gangguan jantung
15
Defisiensi klor
klor
Rasa lemah, cengeng
16
Defisiensi Fluor
Fluor
Resiko karies dentis (kerusakan gigi)
17
Defisiensi krom
krom
Pertumbuhan kurang, sindroma like diabetes melitus
18
Hipomagnesemia
magnesium
Defisiensi hormon paratiroid
19
Defisiensi Fosfor
Fosfor
Nafsu makan menurun, lemas
20
Defisiensi Iodium
Iodium
Pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsI mental,
perkembangan fisik

2.1.5 Masalah Gizi Buruk
Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar, dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.
Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan “fenomena gunung es” yang menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat 2.200 balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami oleh anak balita yang berasal dari keluarga miskin.
Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu:
1.      Ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat keluarga
2.      Pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai
3.      Ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.

2.2  OBESITAS
2.2.1 Pengertian Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan, dampak gizi lebih tidak sekedar mengganggu estetika penampilan. Tetapi menjadi predisposisi atau pemicu faktor risiko berbagai penyakit tidak menular baik degeneratif maupun kardiovaskuler

2.2.2 Konsekuensi dan Risiko Kesehatan

Obesitas adalah perhatian karena implikasinya bagi kesehatan individu karena meningkatkan risiko banyak penyakit dan kondisi kesehatan termasuk:

·               Penyakit jantung koroner
·               Diabetes tipe 2
·               Kanker (endometrium, payudara, dan usus besar)
·               Hipertensi (tekanan darah tinggi)
·               Dislipidemia (misalnya, total kolesterol tinggi atau kadar trigliserida yang tinggi)
·               Pukulan
·               Hati dan penyakit Kandung empedu
·               Masalah tidur apnea dan pernapasan
·               Osteoarthritis (degenerasi tulang rawan dan tulang yang mendasarinya dalam sendi)
·               dan masalah Ginekologi (menstruasi abnormal, infertilitas).
Kondisi ini dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi kepada kematian prematur dan cacat substansial.
Penyakit kardiovaskular - terutama penyakit jantung dan stroke - sudah nomor satu di dunia penyebab kematian, menewaskan 17 juta orang setiap tahun dan diabetes telah dengan cepat menjadi epidemi global - menurut WHO proyeksi kematian diabetes akan meningkat lebih dari 50% di seluruh dunia dalam 10 tahun berikutnya.
Kondisi kesehatan kurang umum yang terkait dengan peningkatan berat badan termasuk asma, steatosis hepatik dan apnea tidur.

2.2.3 Konsekuensi Ekonomi

Kegemukan dan obesitas dan masalah terkait kesehatan mereka memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap sistem kesehatan dan biaya medis yang terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas memiliki baik biaya langsung dan tidak langsung - biaya medis langsung mungkin termasuk layanan pencegahan, diagnostik, dan pengobatan berhubungan dengan obesitas, sementara tidak langsung biaya berhubungan dengan hilangnya pendapatan dari produktivitas menurun, aktivitas terbatas, ketidakhadiran, dan hari tempat tidur dan pendapatan hilang oleh kematian dini.

2.2.4 Mendefinisikan Obesitas

Kegemukan dan obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat menimbulkan risiko kesehatan ke individu.
Kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko utama untuk sejumlah penyakit kronis, termasuk diabetes, penyakit jantung dan kanker dan sementara itu pernah menjadi masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas meningkat secara dramatis kini di negara berpenghasilan rendah dan menengah. negara-negara seperti sekarang menghadapi "beban ganda" dari penyakit, untuk sementara mereka terus berhubungan dengan masalah penyakit menular dan kurang gizi, mereka juga mengalami kenaikan pesat dalam faktor risiko penyakit kronis seperti obesitas dan kelebihan berat badan, terutama di perkotaan.
Di bawah-gizi dan obesitas sering ada sisi-by-side dalam negara yang sama, komunitas yang sama dan bahkan di dalam rumah tangga yang sama dan ini beban ganda disebabkan oleh nutrisi yang tidak memadai pra-natal, bayi dan anak yang diikuti oleh paparan tinggi lemak, padat energi, mikronutrien miskin makanan dan kurangnya aktivitas fisik.

2.2.5 Mengukur Obesitas

Ukuran populasi mentah obesitas adalah indeks massa tubuh (BMI) yang merupakan indeks sederhana dari berat badan-tinggi untuk-yang umum digunakan dalam mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada populasi orang dewasa dan individu - berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). BMI menyediakan pengukuran tingkat populasi yang paling berguna dari kelebihan berat badan dan obesitas sebagai itu adalah sama untuk kedua jenis kelamin dan untuk semua usia dewasa, tetapi itu hanyalah panduan kasar karena mungkin tidak sesuai dengan derajat yang sama kegemukan pada individu yang berbeda.

WHO mendefinisikan orang dewasa yang memiliki BMI antara 25 dan 29,9 sebagai kelebihan berat badan - orang dewasa yang memiliki BMI 30 atau lebih tinggi dianggap obesitas - BMI di bawah 18,5 dianggap berat badan, dan antara 18,5-24,9 berat badan yang sehat.
BMI menyediakan patokan untuk penilaian individu, namun para ahli menduga bahwa risiko penyakit kronis pada populasi meningkat secara progresif dari BMI 21 ke atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar